6 Tata Krama Penting untuk Pengunjung Saat Berlibur di Jepang

Diposting pada
banner 336x280



portal nusantara


,


Jakarta


– Berwisata ke beragam lokasi terutama di luar negeri, pastinya perlu mengerti serta menaati norma-norma kesopanan dari penduduk lokal.

Jepang

Termasuk negara yang terkenal dengan penghargaannya pada sopan santun, kebersihan, serta perilaku bermartabat dalam kehidupan sehari-hari. Aspek esensial dari etiket di Tanah Rise ini meliputi apresiasi akan urutan dan disiplin.

Ahli Jepang dari GetYourGuide yang juga warga asli Tokyo

Takao Nishina

menyebutkan, bahwa tata krama tak tersuarakan untuk hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang dapat melindungi wisatawan agar terhindar dari pengalaman buruk saat berkunjung ke Tanah Mawar. Untuk memastikan liburan tetap menyenangkan, berikut adalah daftarnya:

etiket

Yang perlu dipahami wisatawan ketika mengunjungi Jepang.

banner 468x60

1. Turunkan tingkat kebisingan ketika menggunakan transportasi publik

Takao mengatakan bahwa akibat dari pandemi COVID-19, terdapat penurunan jumlah armada taksi di Jepang. Hal ini mendorong kebanyakan orang untuk memilih alat transportasi umum lainnya ketika berkeliling kota. Walaup despite many people using public transportation together, kereta bawah tanah dan moda transportasi umum di Jepang tetap tenang dengan tingkat kebisingan yang rendah.

“Pelanggan kadang-kadang melakukan kesalahan dengan bertindak terlalu keras saat menggunakan kereta. Keadaan yang sunyi serta membatasi suara sekecil mungkin dipandang sebagai tata krama,” jelas Takao, seperti dilansir Daily Mail, Rabu, 12 Maret 2025.

2. Etika menggunakan eskalator

Terdengar remeh, tetapi tata cara menggunakan eskalator sangat ditekankan di Jepang. Aturan ini bervariasi tergantung wilayahnya; misalnya, di Tokyo Anda diminta untuk berdiri di sebelah kiri, sementara di Osaka peraturannya kebalikan dari itu—yakni berdiri di sekan kanan. Meski tampak ringan, hal-hal semacam ini mencerminkan betapa serius masyarakat setempat memandang disiplin dan kesopanan dalam aktivitas harian mereka.

“Stasiun di

Tokyo

sudah cukup disibukkan, sehingga ada kalanya saya menjumpai wisatawan yang berada di sebelah kanan dan ternyata mereka malah memblokir seluruh penumpu lainnya serta menyaksikan barisan pengunjung panjang tertahan dibelakang mereka,” paparan ahli perjalanan dari GetYourGuide tersebut.

3. Hindari berjalan seenaknya di jalanan

Berjalan di jalanan secara acak tidak disenangi oleh masyarakat Jepun dan merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Apabila wisatawan menyebrang ketika sinyal peniti masih berwarna merah, mereka cenderung akan diberi pandangan negatif. Walaupun lalu lintas jalan raya sedang kosong, pelancong tetap harus taat pada regulasi.

4. Jangan berikan tip

Di dalam budaya Barat, memberikan uang tips kepada karyawan hotel atau guide turis merupakan cara untuk mengapresiasi dukungan yang telah diberikan. Sementara itu, di Jepang perilaku tersebut bertolak belakang; meskipun memberi tip bukanlah suatu tradisi, malah dapat dipandang sebagai tindakan kurang ajar.

“Memberikan tips kepada orang lain bisa membuat mereka kebingungan dan bahkan tersinggir karena telah mendapatkan upah tambahan untuk tugas yang seharusnya menjadi kewajiban mereka. Ini merupakan hal yang perlu dipikirkan oleh para wisatawan,” kata Takao.

5. Tidak boleh membuang sampah secara asal-asalan

Di Jepang, jumlah tempat sampah yang ada di area publik cukup terbatas. Karena itu, wisatawan disarankan untuk senantiasa membawa tas plastik guna memuat sampah mereka sendiri. Akan tetapi, penting dicatat bahwa sampah tersebut jangan langsung dibuang begitu saja; para traveler perlu menjaga sampah hingga bisa mencapai tempat penampungan sampah resmi atau mengembalikan kembali sampah tersebut ke akomodasi mereka.

6. Menundukkan diri saat menyapa seseorang

Baik di Barat ataupun di Indonesia, berjabat tangan menjadi metode umum dalam menyapa seseorang atau sekadar bertemu. Namun, masyarakat Jepang lebih memilih untuk menghindari sentuhan langsung dan biasanya melakukan salaman dengan membungkuk. Di negeri tersebut, membungkuk memiliki peran penting dalam kebudayaan mereka.

“Bila kamu memberi salam, cukup dengan menganggukan kepalamu sebentar, namun bila ingin bertelanjang jiwamu minta maaf, tunjukkan keikhlasanmu, penuh rasa hormat, atau ungkapkan apresiasi secara mendalam, maka harus membungkuk sampai ke arah pinggang,” ucapnya.


NIA NUR FADILLAH

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *