Generasi Z dan ‘Quiet Quitting’ : Mengapa Mereka Tidak Lagi Berjuang untuk Pekerjaab Mereka?

Diposting pada
banner 336x280

Fenomena “quiet quitting” telah menjadi topik yang sering dibicarakan di dunia kerja dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah banyaknya laporan tentang perilaku karyawan yang tidak mau berusaha lebih banyak di tempat kerja mereka. Generasi Z, yang baru saja masuk ke dunia kerja, adalah yang paling melihat fenomena ini. Apa yang menyebabkan generasi muda ini tidak melakukan upaya ekstra untuk pekerjaan mereka? Apakah di balik sikap mereka itu sebenarnya ada alasan yang luas?

Bahasa Indonesia: Ciri-ciri “quiet quitting” antara lain:

banner 468x60

Melakukan pekerjaan sesuai deskripsi tugas tanpa melebihi harapan atau mencarikan tanggung jawab tambahan. Menghindari kerja lembur atau kerja di luar jam kerja. Kurangnya inisiatif untuk berkontribusi lebih dalam proyek atau aktivitas di luar tugas pokok.

Tuntutan untuk Harmonis: Mencari Kesetimbangan antara Kesehatan Mental dan Kehidupan Pribadi

Generasi Z yang tumbuh besar dalam era teknologi, lebih sering bicara mengenai masalah kesehatan mental dan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kerja. Banyak pekerja muda merasa bahwa mencari naik gaji atau promosi tidaklah menjadi prioritas utama sejak pandemi COVID-19 mengubah cara kerja mereka.

Banyak orang di generasi ini lebih suka kapan pun mereka bisa beristirahat dari pekerjaan yang mereka lakukan selama jam-jam. Mereka ingin untuk menikmati hidup dan lebih siap untuk menemantau kegiatannya seperti kegiatan dengan teman dan keluarga juga kegiatan untuk meningkatkan kesehatan mental. “Berhenti dengan dunia yang tenang” digunakan untuk sarana untuk mengakirkan prioritas mereka membuat yang lebih berterima kasih dan mengharapkan untuk memastikan bahwa mereka tidak harus untuk menunjukkan tubuh mereka harus ditungguin jalan ini karena dianggap tidak ada pada pekerjaan mereka.

Tidak puas dengan lingkungan kerja dan imbalan yang tidak seimbang

Sebagian besar generasi Z masuk ke dunia kerja dengan harapan tinggi, mencari pekerjaan yang tidak hanya memberikan penghasilan, tetapi juga kemungkinan berkembang secara profesional dan pribadi. Namun, hal itu menjadi kenyataan bahwa banyak yang menganggap bahwa perusahaan tidak memberikan mereka penghargaan atau pengakuan yang sesuai.

Gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, peluang pengembangan karier yang terbatas, serta lingkungan kerja yang tidak mendukung menjadi factor-factor yang mendorong mereka untuk tidak lagi berusaha lebih. Alih-alih berjuang untuk perusahaan yang tidak peduli dengan kesejahteraan mereka, banyak pekerja muda memilih untuk melakukan “quiet quitting,” melakukan apa yang mereka anggap sebagai pekerjaan yang “cukup”, tanpa berusaha lebih jauh. Sikap ini mungkin tampak negatif, tetapi sebenarnya mencerminkan kekecewaan terhadap budaya kerja yang tidak adil.

Keinginan untuk bekerja dengan tujuan yang lebih besar

Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sangat peduli dengan isu-isu sosial dan lingkungan. Mereka ingin bekerja untuk tujuan yang lebih besar, bukan hanya mencari uang. Karena itu, mereka cenderung memilih pekerjaan yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat atau lingkungan planet. Ketika mereka merasa pekerjaan mereka tidak memiliki tujuan lebih dalam atau tidak memberikan kontribusi yang signifikan, mereka lebih cenderung mengurangi komitmen mereka. Bagi banyak anggota Generasi Z, “quiet quitting” bukanlah pemberhentian tugas dengan mudah, melainkan pernyataan bahwa mereka tidak akan terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka. Mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan yang menawarkan arti lebih dalam atau mulai usaha sendiri, daripada berjuang untuk pekerjaan yang tidak mereka anggap bermakna.

Mengelola Stres: Prioritaskan Kesejahteraan Berkala

Generasi Z sangat menyadari kesalahan kelelahan, yang telah menjadi masalah besar di dunia kerja kontemporer. Mereka melihat banyak rekan kerja yang kelaparan energi, tidak berenergi, atau bahkan mengalami gangguan kesehatan mental karena tekanan kerja yang luar biasa. Banyak kali, respons terhadap potensi kelelahan ini adalah “berhenti diam”. Dengan menghindari memberikan lebih dari yang mereka butuhkan, mereka berharap dapat mempertahankan keseimbangan fisik dan emosional dalam jangka panjang.

Generasi Z lebih menyukai keamanan dan keberlanjutan hidup daripada generasi sebelumnya, yang mungkin lebih siap menempuh risiko dan bekerja keras demi kesuksesan. Mereka mengerti bahwa kesehatan mereka lebih penting daripada mendapat promosi atau untuk menunjukkan kemampuan dengan bekerja lembur.

Perubahan dalam Nilai Orientasi Pekerjaan dan Karier

Perbandingan dengan generasi sebelumnya, Gen Z memiliki pemikiran yang berbeda mengenai makna keberadaan kerja. Bagi mereka, pekerjaan bukanlah satu-satunya definisi diri. Mereka menghargai kebebasan, fleksibilitas, dan peluang untuk mengeksplorasi minat di luar kewarganegaraan pekerjaan. Ketika karier tidak lagi menjadi semuanya, dan pekerjaan tak memberikan nilai tambah dalam kehidupan mereka, mereka cenderung memilih untuk tidak berjuang keras.

Selain itu, dengan semakin banyaknya kesempatan untuk menjadi pekerja lepas dan bekerja dari jauh, banyak pekerja muda merasa  banyak ruang untuk mengembara dari jalur karier tradisional. Mereka lebih memilih untuk berjuang untuk kebebasan dan peluang yang sesuai dengan gaya hidup mereka.

Apa yang mungkin dilakukan oleh Perusahaan?

Perusahaan perlu memahami bahwa fenomena “quiet quitting” bukanlah masalah semata-mata dari karyawan yang malas atau tidak berdedikasi. Sebaliknya, ini adalah tanda peringatan bagi perusahaan untuk mengevaluasi kembali lingkungan kerja mereka dan memastikan bahwa mereka memberikan dukungan yang memadai bagi karyawan, terutama dalam hal kesejahteraan mental, peluang pengembangan karier, dan penghargaan yang adil. Perusahaan yang ingin mempertahankan talenta muda perlu menunjukkan bahwa mereka peduli dengan keseimbangan hidup karyawan dan menyediakan ruang bagi mereka untuk berkembang.

Generasi Z yang mengalami “quiet quitting” bukanlah generasi yang malas atau tak berdedikasi, melainkan generasi yang lebih tahu nilai-nilainya dan lebih memilih menjaga kesejahteraannya. Sikap ini muncul sebagai reaksi terhadap lingkungan kerja yang kadang-kadang tidak memberikan pengakuan atau penghargaan yang pantas. Untuk mengatasi fenomena ini, perusahaan perlu beradaptasi dan memastikan bahwa mereka mendukung karyawannya dengan cara yang lebih manusiawi dan adil. Jika tidak, mereka mungkin kehilangan bakat-bakat terbaiknya yang seharusnya dapat membawa perubahan positif bagi masa depan baik di dalam lingkungan kerja pun.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *