Mereka berharap agar anaknya sukses, impian banyak orang tua itulah. Persoalan orang tua mungkin berbeda-beda antara seorang dengan yang lain, tapi tujuan akhirnya, orang tua tetap ingin anak tetap mendapatkan yang terbaik saja.
Bila ingin mewujudkan anak yang sukses di masa depan, baik secara sosial, materi, hingga pendidikan, maka harus ada faktor penting yang tidak boleh diabaikan oleh orang tua.
Hal ini jugalah yang dinyatakan oleh seorang psikolog asal Selandia Baru, yang telah meneliti selama 52 tahun tentang apa yang memungkinkan anak tumbuh menjadi orang sukses. Ketika dewasa, keberhasilan mereka, terutama dari sisi keuangan, sudah telah dimulai sejak masa kecil.
5. Anak harus bergembira dengan ayah, mereka wajib flashback pada masa kecil.
Temuan ini dilakukan berdasarkan penelitian yang melibatkan 1.000 anak di sebuah kota di Selandia Baru, Dunedin, sejak tahun 1972. Peneliti ingin menemukan faktor masa kanak-kanak yang paling berpengaruh besar terhadap bagaimana anak tumbuh dan berkembang menjadi orang sukses.
Menurut majalah New York Post, ternyata kesuksesan di masa dewasa tidak banyak berkaitan dengan prestasi akademik, koneksi, atau perilaku kerja. Sebaliknya, para peneliti menemukan bahwa orang yang tumbuh dewasa menjadi masyarakat yang sukses dan percaya diri menunjukkan tingkat disiplin diri dan emosi yang tinggi saat masih berusia anak-anak.
atau (Emotional Quotient) adalah faktor utama yang dapat menciptakan anak yang sukses, ibu.
Anak dengan Kecakapan Emosional yang tinggi cenderung lebih berempati, memiliki penilaian hidup yang lebih positif, dapat melakukan keputusan yang tepat, dan lebih mudah mengakui kesalahan yang telah dilakukan.
Sebaliknya, anak-anak dengan EQ rendah cenderung lebih besar kemungkinan untuk tidak sukses secara keuangan dewasa nanti. Pada usia 30-an, orang dewasa dengan IQ rendah cenderung memiliki penghasilan rendah, menunjukkan perilaku keuangan yang buruk, bergantung pada orang lain banyak, tidak memiliki tabungan untuk memiliki rumah atau investasi, maupun tidak membuat rencana untuk masa pensiun mereka.
Penelitian EQ (Emosi, Kuasa, dan Hubungan sosial) peserta dilakukan secara berulang-ulang sepanjang masa kanak-kanak, yaitu ketika anak-anak berusia 3, 5, 7, 9, dan 11 tahun, dengan cara mengamati perilaku anak-anak, mewawancarai orang tua mereka, hingga melakukan survei dengan guru-gurunya.
Hasilnya, ditemukan korelasi yang kuat antara kemampuan seseorang anak dalam mengendalikan emosinya dengan tingkat keberhasilannya secara profesional saat mereka dewasa.
“Semua anak kadang-kadang melewatkan batas.” “Tapi, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan skor (EQ) rendah menunjukkan kurangnya kontrol diri mereka dalam berbagai situasi dan hal ini terus terjadi sepanjang tahun,” kata peneliti di University of Otago dalam laporan American Scientist.
Apakah peran IQ dalam kesuksesan seseorang di masa dewinya? Contohnya, peneliti mencatat tingkat IQ tinggi menjadi faktor penting di tempat kerja. Misalnya, seberapa banyak interaksi positif ketika ia bekerja sama dan berkomunikasi dengan rekan kerjanya.
Emosi intelek (EQ) pada anak bisa dikembangkan sejak masa bayi dengan bantuan orang dewasa yang paling berpengaruh dalam hidup mereka, yang tidak lain adalah kita sebagai orang tua. Sehingga, dari sekarang ini, kita bisa mencoba untuk membantu anak mewujudkan komunikasi dengan si kecil, berusaha untuk memvalidasi perasaan hingga membicarakan masalah mereka secara jujurnya dan terbukanya.